BAB 2
2.Memahami sejarah pembentukan bumi
Bumi merupakan salah satu planet dari sistem tata surya yang terdapat
dalam suatu galaksi bernama Galaksi Bima Sakti (The Milky Ways atau
Kabut Putih). Selain planet-planet yang terdapat dalam tata surya, juga terdapat
benda-benda angkasa lain, dan sekitar 200 milyar bintang yang ada di dalam
Galaksi Bima Sakti. Lebih jauh lagi berdasarkan penelitian, Bima Sakti bukanlah
satu-satunya galaksi, tetapi terdapat ratusan, jutaan, bahkan milyaran galaksi
pengisi jagat raya ini. Sungguh Maha Besar dan Maha Tinggi Tuhan yang
telah menciptakan bumi dan jagat raya dengan segala isinya.
Pada bab ini akan dibahas tentang sejarah pembentukan bumi dan tata
surya dalam jagat raya. Dengan mempelajarinya, diharapkan kamu dapat
menjelaskan proses pembentukan bumi dan mendeskripsikan tata surya dalam
jagat raya.
A. PROSES TERJADINYA BUMI
Kita semua bertempat tinggal di permukaan bumi yang kita rasakan sangat
luas. Bayangkan saja, jari-jari yang dimiliki bumi mencapai 6.370 km. Panjang
keliling Khatulistiwa yang melewati negara kita sekitar 40.000 km. Jadi kalau
dibandingkan sama dengan 40 kali panjang Pulau Jawa.
Akan tetapi, pernahkah kamu merenungkan tentang bagaimana bumi tempat
kita berpijak ini terbentuk? Apakah bumi suatu benda yang bulat dan kaku?
Bagaimana sejarah pembentukan dan perkembangan muka bumi? Seperti
apakah karakteristik lapisan bumi? Semua pertanyaan tersebut tentunya akan
kita bahas dalam subab ini, sehingga kamu mengetahui dan lebih memahaminya.
Proses terbentuknya planet bumi tidak dapat dipisahkan dengan sejarah
terbentuknya tata surya. Hal ini dikarenakan bumi merupakan salah satu anggota
keluarga matahari, di samping planet-planet lain, komet, asteroid, dan meteor.
Bahkan para ilmuwan memperkirakan bahwa matahari terbentuk terlebih dahulu,
sedangkan planet-planet masih dalam wujud awan debu dan gas kosmis yang
disebut nebula berputar mengelilingi matahari. Awan, debu, dan gas kosmis
tersebut terus berputar dan akhirnya saling bersatu karena pengaruh gravitasi,
kemudian mengelompok membentuk bulatan-bulatan bola besar yang disebut
planet, termasuk planet bumi.
Dari proses tersebut, kita memperoleh gambaran bahwa sistem tata surya
berasal dari massa gas (kabut gas atau nebula) yang bercahaya dan berputar
perlahan-lahan. Massa gas tersebut secara berangsur-angsur mendingin, mengecil,
dan mendekati bentuk bola. Karena massa gas itu berotasi dengan kecepatan
yang makin lama semakin tinggi, pada bagian khatulistiwa (ekuatornya) yang
mendapat gaya sentrifugal paling besar, sehingga massa tersebut menggelembung.
Akhirnya dari bagian yang menggelembung tersebut ada bagian yang terlepas
(terlempar) dan membentuk bola-bola pijar dengan ukuran berbeda satu sama
lain.
Massa gas induk tersebut akhirnya menjadi matahari, sedangkan bolabola
kecil yang terlepas dari massa induknya mendingin menjadi planet, termasuk
bumi kita. Pada saat terlepas dari massa induknya, planet-planet anggota
tata surya masih merupakan bola pijar dengan suhu sangat tinggi. Karena
planet berotasi, maka ada bagian tubuhnya yang terlepas dan berotasi sambil
beredar mengelilingi planet tersebut. Benda tersebut selanjutnya dinamakan
bulan (satelit alam). Menurut hasil penelitian para ahli astronomi dan geologi, bumi kita sendiri
terbentuk atau terlepas dari tubuh matahari sekitar 4500 juta tahun yang
lalu. Perkiraan terbentuknya bumi ini didasarkan atas penelaahan palentologi
(ilmu yang mempelajari fosil-fosil sisa mahluk hidup purba pada masa lampau)
dan stratigrafi (ilmu yang mempelajari struktur lapisan-lapisan batuan pembentuk
muka bumi).
Pada saat terlahir (sekitar 4500 juta tahun yang lalu) bumi kita pada
awalnya masih merupakan bola pijar yang sangat panas, suhu permukaannya
mencapai 4.0000 C. Dalam jangka waktu jutaan tahun, secara berangsurangsur
bumi kita mendingin. Akibat proses pendinginan, bagian luar bumi
membeku membentuk lapisan kerak bumi atau kulit bumi yang disebut litosfer,
sedangkan bagian dalam planet bumi sampai sekarang masih dalam keadaan
panas dan berpijar.
Selain pembekuan kerak bumi, pendinginan massa bumi ini mengakibatkan
terjadinya proses penguapan gas secara besar-besaran ke angkasa. Proses
penguapan ini terjadi dalam waktu jutaan tahun, sehingga terjadi akumulasi
uap dan gas yang sangat banyak. Pada saat inilah mulai terbentuk atmosfer
bumi.
Uap air yang terkumpul di atmosfer dalam waktu jutaan tahun tersebut,
pada akhirnya dijatuhkan kembali sebagai hujan untuk pertama kalinya di
bumi, dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang sangat lama. Titik-titik
air hujan yang jatuh selanjutnya mengisi cekungan-cekungan muka bumi
membentuk bentang perairan laut dan samudera.
Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa pada awal pembentukannya,
seluruh bagian planet bumi relatif dingin. Kemudian pada proses selanjutnya,
suhu bumi semakin meningkat hingga mencapai suhu seperti saat ini. Berdasarkan
penelitian para ilmuwan, dijelaskan adanya tiga faktor yang menyebabkan
naiknya suhu bumi tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Akresi (accretion) yaitu naiknya suhu bumi akibat tumbukan bendabenda
angkasa atau meteor yang menghujani bumi. Energi dari bendabenda
tersebut berubah menjadi panas. Bayangkan saja, 5 ton berat
benda angkasa, kemudian menghantam bumi dengan kecepatan 30 km
per detik, diperkirakan memberikan energi yang sama dengan ledakan
nuklir sebesar 1000 ton. Daerah sekitar tumbukan tersebut meninggalkan
lubang-lubang yang sangat besar (kawah) di permukaan bumi. Pada saat
bersamaan, bulan juga ditabrak oleh benda angkasa tersebut. Karena
itu, apabila kamu melihat bulan dengan menggunakan teropong maka
kamu bisa menyaksikan kawah yang terbentuk pada masa lampau.
2. Kompresi yaitu semakin memadatnya bumi karena adanya gaya gravitasi.
Bagian dalam bumi menerima tekanan yang lebih besar dibandingkan bagian luarnya, sehingga pada bagian dalam bumi suhunya lebih panas.
Tingginya suhu di bagian dalam bumi (inti bumi) mengakibatkan unsur
besi pada bumi menjadi cair, sehingga inti bumi merupakan cairan.
3. Adanya disintegrasi atau penguraian unsur-unsur radioaktif seperti uranium,
thorium, dan potasium. Jumlah unsur-unsur tersebut sebenarnya relatif
kecil tetapi dapat meningkatkan suhu bumi. Atom-atom dari unsur-unsur
tersebut secara spontan terurai dan mengeluarkan partikel-partikel atom
yang berubah menjadi unsur lain dan diserap oleh batuan di sekitarnya. Itulah proses pembentukan bumi, tempat kita tinggal dan hidup di dalamnya.
Lalu bagaimana dengan proses terjadinya perlapisan di bumi? Secara ringkas,
proses pembentukan bumi hingga terjadinya perlapisan tersebut terbagi menjadi
tiga tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pada saat bumi merupakan planet yang homogen atau belum terjadi
diferensiasi dan zonafikasi.
2. Proses diferensiasi atau pemilahan, yaitu ketika material besi yang lebih
berat tenggelam menuju pusat bumi, sedangkan material yang lebih ringan
bergerak ke permukaan. Dengan demikian, bumi tidak lagi dalam keadaan
homogen, melainkan terdiri atas material yang lebih berat (besi) di pusat
bumi dan material yang lebih ringan di bagian yang lebih luar atau kerak
bumi.
3. Proses zonafikasi, yaitu tahap ketika bumi terbagi menjadi beberapa
zona atau lapisan, yaitu inti besi yang padat, inti besi cair, mantel bagian
bawah, zona transisi, astenosfer yang cair, dan litosfer yang terdiri atas
kerak benua dan kerak samudera. Dengan demikian, perubahan suhu yang dimulai dari bahan pembentuk
bumi hingga terbentuk bumi, kemudian mengalami pendinginan dan terjadinya
kenaikan suhu kembali, seperti yang dijelaskan di atas, mengakibatkan bumi
sebagai planet yang memiliki lapisan-lapisan. Proses zonafikasi pada bumi
telah membaginya ke dalam beberapa lapisan.
B. PANGEA DAN GONDWANA
Lapisan bumi yang tersusun dari berbagai proses secara sedemikian rupa,
nampaklah bagian-bagian yang di antaranya bagian terluar yang keras dan
bagian bawah yang relatif cair. Kita merasakan seolah-oleh permukaan bumi
sesuatu yang kaku dan diam (tidak bergerak). Ternyata sejak zaman dulu,
permukaan bumi yang diam ini telah mengalami perjalanan atau pergeseran
yang jauh dari bentuknya semula. Di antara para ilmuwan yang memberikan
gagasan tentang adanya pergeseran di bumi yaitu Antonio Snidar – Pellegrini
yang mengamati benua-benua Afrika dan Amerika Selatan merupakan benua
yang pernah bersatu.
Seorang ahli ilmu cuaca dari Jerman yang bernama Alfred Wegener (1912),
dalam teorinya yang terkenal yaitu teori pengapungan benua (Continental
drift theory) mengemukakan bahwa sampai sekitar 225 juta tahun lalu, di
bumi baru ada satu benua dan samudra yang maha luas. Benua raksasa ini
dinamakan pangea, sedangkan kawasan samudera yang mengapitnya dinamakan
panthalassa.
Sedikit demi sedikit pangea mengalami retakan-retakan dan pecah. Sekitar
135 juta tahun yang lalu, benua raksasa tersebut pecah menjadi dua, yaitu
pecahan benua di sebelah utara dinamakan Laurasia dan di bagian selatan
dinamakan gondwana. Kedua benua itu dipisahkan oleh jalur laut sempit
yang dinamakan Laut Tethys. Sisa Laut Tethys pada saat ini merupakan
jalur cebakan minyak bumi di sekitar laut-laut di kawasan Timur Tengah. Baik Laurasia maupun Gondwana kemudian terpecah-pecah lagi menjadi
daratan yang lebih kecil dan bergerak secara tidak beraturan dengan kecepatan
gerak berkisar antara 1 – 10 cm pertahun (coba kalian lihat teori tektonik
lempeng). Dalam sejarah perkembangan planet bumi, sekitar 65 juta tahun
lalu, Laurasia merupakan cikal bakal benua-benua yang saat ini letaknya
di sebelah utara ekuator (belahan bumi utara), meliputi Eurasia, Amerika
Utara, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Adapun Gondwana merupakan
cikal bakal benua-benua di belahan bumi selatan, meliputi Amerika Selatan,
Afrika, Sub benua India, Australia, dan Antartika, hingga terbentuklah benuabenua
yang kita saksikan saat ini. Kerak bumi atau lapisan bumi bagian atas pada dasarnya terdiri atas
kerak samudera dan kerak benua. Kedua kerak ini bukanlah sesuatu yang
kaku dan diam, tetapi terus bergerak aktif mengalami pergeseran hingga saat
ini. Lalu bagaimanakah pergeseran benua terjadi? Selanjutnya akan dibahas
pada bagian lempeng tektonik.
C. KARAKTERISTIK PERLAPISAN BUMI
Setelah planet bumi ini terbentuk dari massa gas, lambat laun mengalami
proses pendinginan. Akibatnya bagian terluarnya menjadi keras, sedangkan,
bagian dalamnya masih tetap merupakan massa zat yang panas dalam keadaan
lunak. Sepanjang proses pendinginan berlangsung dalam jangka waktu jutaan
tahun, zat-zat pembentuk bumi yang terdiri atas berbagai jenis sifat kimia
dan fisikanya sempat memisahkan diri sesuai dengan perbedaan sifat-sifat
tersebut. Hasil-hasil penelitian terhadap fisik bumi menunjukkan bahwa batuanbatuan
pembentuk bumi mulai dari kerak bumi sampai inti bumi mempunyai
komposisi mineral dan unsur kimia yang berbeda-beda.
Pada dasarnya planet bumi mempunyai struktur utama (dari permukaan
sampai ke dalam), yaitu sebagai berikut.
1. Litosfer (lapisan batuan pembentuk kulit bumi atau crust)
Litosfer berasal dari kata lithos berarti batu dan sfhere/sphaira berarti
bulatan atau lapisan. Dengan demikian Litosfer dapat diartikan lapisan
batuan pembentuk kulit bumi. Dalam pengertian lain, litosfer adalah lapisan
bumi paling atas dengan ketebalan lebih kurang 70 km yang tersusun dari
batuan penyusun kulit bumi. Lebih lanjut mengenai litosfer akan dibahas
dalam bab 4.
2. Astenosfer (lapisan selubung atau mantle)
Astenosfer, yaitu lapisan yang terletak di bawah litosfer dengan ketebalan
sekitar 2.900 km berupa material cair kental dan berpijar dengan suhu sekitar
3.000 0C, merupakan campuran dari berbagai bahan yang bersifat cair, padat
dan gas bersuhu tinggi.
3. Barisfer (lapisan inti bumi atau core)
Barisfer, yaitu lapisan inti bumi yang merupakan bagian bumi paling dalam
yang tersusun atas lapisan Nife (Niccolum atau nikel dan ferrrum atau besi).
Lapisan ini dapat pula dibedakan atas dua bagian yaitu inti luar dan inti
dalam.
a. Inti luar (Outer core)
Inti luar adalah inti bumi yang ada di bagian luar. Tebal lapisan ini sekitar
2.200 km, tersusun atas materi besi dan nikel yang bersifat cair, kental, dan
panas berpijar bersuhu sekitar 3.900 0C.
b. Inti dalam (Inner core)
Inti dalam adalah inti bumi yang ada di lapisan dalam dengan ketebalan
sekitar 2.500 km, tersusun atas materi besi dan nikel pada suhu yang sangat
tinggi yakni sekitar 4.8000 C, akan tetapi tetap dalam keadaan padat dengan
densitas sekitar 10 gram/cm3. Hal itu disebabkan adanya tekanan yang sangat
tinggi dari bagian-bagian bumi lainnya. Lapisan atas kerak bumi, di daerah daratan, biasanya dilapisi tanah.
Tanah, yang terdiri atas partikel batuan yang ditimpa cuaca, juga mengandung
banyak zat organik yang berasal dari pembusukan makhluk hidup zaman
purba. Tanah mendukung kehidupan tanaman di bumi dan juga binatang karena
makanan hewan, baik langsung maupun tidak berasal dari tanaman.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakteristik lapisan
bumi paling dalam (inti) memiliki sifat pejal atau keras yang diselubungi lapisan
cair relatif kental, sedangkan bagian luar atau atasnya berupa litosfer yang
pejal dan keras pula.
D. TEORI TERBENTUKNYA KULIT BUMI
Kulit bumi dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan. Hal ini
telah menjadi bahan pemikiran para ahli untuk mengungkap proses perubahan
dan perkembangan kulit bumi pada masa lalu, sekarang dan prediksi pada
masa yang akan datang. Adapun berbagai teori terbentuknya kulit bumi yang
dikemukakan para ahli antara lain sebagai berikut.
1. Teori kontraksi (Contraction theory)
Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Descrates (1596-1650). Ia
menyatakan bahwa bumi semakin lama semakin susut dan mengkerut yang disebabkan oleh terjadinya proses pendinginan, sehingga di bagian permukaannya
terbentuk relief berupa gunung, lembah, dan dataran.
Teori kontraksi didukung pula oleh James Dana (1847) dan Elie de
Baumant (1852). Mereka berpendapat bahwa bumi mengalami pengerutan
karena terjadi proses pendinginan di bagian dalam bumi yang mengakibatkan
bagian permukaan bumi mengerut membentuk pegunungan dan lembah-lembah.
2. Teori dua benua (Laurasia-Gondwana theory)
Teori ini menyatakan bahwa pada awalnya bumi terdiri atas dua benua
yang sangat besar, yaitu Laurasia di sekitar kutub utara dan Gondwana
di sekitar kutub selatan bumi. Kedua benua tersebut kemudian bergerak perlahan
ke arah equator bumi, sehingga akhirnya terpecah-pecah menjadi benua benua
yang lebih kecil. Laurasia terpecah menjadi Asia, Eropa dan Amerika Utara,
sedangkan Gondwana terpecah menjadi Afrika, Australia dan Amerika Selatan.
Teori Laurasia-Gondwana kali pertama dikemukakan oleh Edward Zuess
pada 1884.
3. Teori pengapungan benua (Continental drift theory)
Teori pengapungan benua dikemukakan oleh Alfred Wegener pada 1912.
Ia menyatakan bahwa pada awalnya di bumi hanya ada satu benua maha besar yang disebut Pangea. Menurutnya benua tersebut kemudian terpecahpecah
dan terus bergerak melalui dasar laut. Gerakan rotasi bumi yang sentripugal,
mengakibatkan pecahan benua tersebut bergerak ke arah barat menuju equator.
Teori ini didukung oleh bukti-bukti berupa kesamaan garis pantai Afrika bagian
barat dengan Amerika Selatan bagian timur, serta adanya kesamaan batuan
dan fosil pada kedua daerah tersebut.
4. Teori konveksi (Convection theory)
Menurut teori konveksi yang dikemukakan oleh Arthur Holmes dan
Harry H. Hess dan dikembangkan lebih lanjut oleh Robert Diesz, menyatakan
bahwa di dalam bumi yang masih dalam keadaan panas dan berpijar terjadi
arus konveksi ke arah lapisan kulit bumi yang berada di atasnya, sehingga
ketika arus konveksi yang membawa materi berupa lava sampai ke permukaan
bumi di mid oceanic ridge (punggung tengah samudera), lava tersebut akan
membeku membentuk lapisan kulit bumi yang baru menggeser dan menggantikan
kulit bumi yang lebih tua.
Bukti kebenaran teori konveksi adalah terdapatnya tanggul dasar samudera
(Mid Oceanic Ridge), seperti Mid Atlantic Ridge dan Pasific-Atlantic Ridge.
Bukti lainnya didasarkan pada penelitian umur dasar laut yang membuktikan
bahwa semakin jauh dari punggung tengah samudera, umur batuan semakin
tua. Artinya terdapat gerakan yang berasal dari Mid Oceanic Ridge ke arah
berlawanan yang disebabkan oleh adanya arus konveksi dari lapisan di bawah
kulit bumi.
5. Teori lempeng tektonik (Plate Tectonic theory)
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa planet bumi terdiri atas sejumlah
lapisan. Lapisan bagian atas bumi merupakan bagian yang tegar dan kaku
berada pada suatu lapisan yang plastik atau cair. Hal ini mengakibatkan lapisan
permukaaan bumi bagian atas menjadi tidak stabil dan selalu bergerak sesuai
dengan gerakan yang berada di bawahnya. Keadaan inilah yang melatarbelakangi
lahirnya teori Lempeng Tektonik. Lahirnya teori lempeng tektonik (tectonic
Plate theory) pada tahun 1968 merupakan kenyataan mutakhir dalam geologi
yang menunjukkan terjadinya evolusi bentuk permukaan bumi.
Teori lempeng tektonik dikemukakan oleh Tozo Wilso. Berdasarkan teori
ini, kulit bumi atau litosfer terdiri atas beberapa lempeng tektonik yang berada
di atas lapisan astenosfer, Lempeng-lempeng tektonik pembentuk kulit bumi
selalu bergerak karena pengaruh arus konveksi yang terjadi pada lapisan
astenosfer yang berada di bawah lempeng tektonik kulit bumi.
Litosfer sebagai lapisan paling luar dari badan bumi, bagaikan kulit ari
pada kulit manusia dan merupakan lapisan kerak bumi yang tipis. Prinsip
teori tektonik lempeng adalah kulit bumi terdiri atas lempeng-lempeng
yang kaku dengan bentuk tidak beraturan. Dinamakan lempeng karena
bagian litosfer mempunyai ukuran yang besar di kedua dimensi horizontal
(panjang dan lebar), tetapi berukuran kecil pada arah vertikal (ketebalan).
Bandingkan dengan daun meja, daun pintu, atau lantai di kelas kalian! Lempeng
ini terdiri atas lempeng benua (tebal sekitar 40 km) dan lempeng samudera
(tebal sekitar 10 km). Kedua lempeng tersebut berada di atas lapisan astenosfer
dengan kecepatan rata-rata 10 cm/tahun atau 100 km/10 juta tahun.
Astenosfer merupakan suatu lapisan yang cair (kental) dan sangat panas.
Panasnya cairan astenosfer senantiasa memberikan kekuatan besar dari dalam
bumi untuk menggerakkan lempeng-lempeng secara tidak beraturan. Kekuatan
ini dinamakan tenaga endogen yang telah menghasilkan berbagai bentuk
di permukaan bumi. Di bumi ini litosfer terpecah-pecah menjadi sekitar 12
lempeng.
Teori lempeng tektonik banyak didukung oleh fakta ilmiah, terutama dari
data penelitian geologi, geologi kelautan, kemagnetan purba, kegempaan,
pendugaan paleontologi, dan pemboran laut dalam. Lahirnya teori lempeng
tektonik sebenarnya merupakan jalinan dari berbagai konsep dan teori lama
seperti Teori Apungan Benua, Teori Arus Konveksi, Teori Pemekaran Lantai
samudera, dan Teori Sesar Mendatar, sebagaimana telah dijelaskan pada
teori-teori di atas. Lempeng-lempeng tersebut selalu bergerak dan mendesak satu sama
lain. Lempeng tektonik bagian atas disebut lempeng samudera, sedangkan
lempeng tektonik pada bagian atas terdapat masa kontinen disebut lempeng
benua. Kedua lempeng ini memiliki sifat yang berbeda. Apabila dua lempeng
yang berbeda sifat tersebut saling mendekat, umumnya lempeng samudera
akan ditekuk ke bawah lempeng benua hingga jauh ke dalam lapisan astenosfer.
Bertemunya antara dua lempeng seperti ini dinamakan gerakan bertumbukan
(subduction), sedangkan daerah yang menjadi tempat tumbukan lempenglempeng
disebut subduction zone.
Selain saling mendekat kemudian bertumbukan, gerakan lempeng juga
ada yang saling menjauh dengan lempeng lainnya, dinamakan gerak divergent
atau disebut juga sebagai proses pemekaran. Hasil pemekaran lempeng yang
berada di atas benua disebut rifting, sedangkan pemekaran yang berada
di samudera disebut spreading. Contoh proses ini adalah pecahnya Benua
Pangea pada Zaman Trias dengan membentuk celah sepanjang pinggiran Atlantik
yang memisahkan Afrika dan Amerika Latin. Coba kamu perhatikan kedua
benua tersebut! Pasti nampak seperti sebuah sobekan kertas yang keduanya
menunjukkan ciri-ciri bekas sobekan yang berpasangan. Selain itu, ada juga
gerakan lempeng yang hanya bersinggungan atau berpapasan, disebut juga
transcurrent fault.
Setiap gerakan lempeng yang berbeda tersebut, akan mempengaruhi gejala
dan fenomena alam di atas permukaan bumi. Secara lengkap, prinsip pergerakan
lempeng-lempeng tektonik adalah sebagai berikut:
a. Konvergensi
Konvergensi, yaitu gerakan saling bertumbukan antarlempeng tektonik.
Tumbukan antarlempeng tektonik dapat berupa tumbukan antara lempeng benua
dengan benua atau antara lempeng benua dengan lempeng dasar samudera.
Zone atau tempat terjadinya tumbukan antara lempeng tektonik benua dengan
benua disebut Zone Konvergen. Contohnya tumbukan antara lempeng India
dengan lempeng Benua Eurasia yang menghasilkan terbentuknya pegunungan
lipatan muda Himalaya yang merupakan pegunungan tertinggi di dunia dengan
puncak tertingginya, yaitu Mount Everest. Contoh lainnya, tumbukan lempeng
Italia dengan Benua Eropa yang menghasilkan terbentuknya Pegunungan Alpen.
Zone berupa jalur tumbukan antarlempeng benua dengan lempeng dasar
samudera, disebut Zone Subduksi atau zone tunjam, contohnya tumbukan
antara lempeng benua Amerika dengan lempeng dasar Samudera Pasifik yang
menghasilkan terbentuknya Pegunungan Rocky dan Pegunungan Andes.
Fenomana yang dihasilkannya:
1) lempeng samudera menghujam ke bawah lempeng benua;
2) terbentuk palung laut di tempat tumbukan tersebut;
3) pembengkakan tepi lempeng benua yang merupakan deretan pegunungan;
4) terdapat aktivitas vulkanisme, intrusi dan ekstrusi;
5) daerah hiposentra gempa dangkal dan dalam;
6) penghancuran lempeng akibat pergesekan lempeng;
7) timbunan sedimen campuran atau melange.
Contoh:
Pegunungan di pantai barat Amerika, deretan Pulau Sumatera, Jawa dan Nusa
Tenggara, merupakan akibat pembengkakan lempeng benua. Bermunculan puncak
gunungapi dan terjadi gempa di sepanjang pulau dan pegunungan tersebut.
Ingatlah bahaya gempa yang menimbulkan Tsunami di Aceh dan Sumatera Utara
pada akhir Desember 2004, gempa tersebut timbul akibat adanya tumbukan
antara lempeng samudera Australia terhadap lempeng benua Asia.
b. Divergensi
Divergensi yaitu gerakan saling menjauh antarlempeng tektonik contohnya
gerakan saling menjauh antara lempeng Afrika dengan Amerika bagian selatan.
Zone berupa jalur tempat berpisahnya lempeng-lempeng tektonik disebut
Zone Divergen (zone sebar pisah). Fenomena yang terjadi, sebagai berikut:
1) Perenggangan lempeng yang disertai pertumbukan kedua tepinya.
2) Pembentukan tanggul dasar samudera (med ocean ridge) di sepanjang
tempat perenggangan lempeng-lempeng tersebut.
3) Aktivitas vulkanisme laut dalam yang menghasilkan lava basa berstruktur
bantal (lava bantal) dan hamparan leleran lava encer, dan
4) Aktivitas gempa.
Contoh:
Di Lautan Atlantik, tanggul dasar samudera memanjang dari dekat Kutub
Utara sampai mendekati Kutub Selatan. Celah ini menjadikan benua Amerika
bergerak saling menjauh dengan benua Eropa dan Afrika.
c. Sesar mendatar
Sesar mendatar (Transform), yaitu gerakan saling bergesekan (berlawanan
arah) antarlempeng tektonik. Contohnya, gesekan antara lempeng Samudera
Pasifik dengan lempeng daratan Amerika Utara yang mengakibatkan terbentuknya
Sesar San Andreas yang membentang sepanjang kurang lebih 1.200 km dari
San Francisco di utara sampai Los Angeles di selatan Amerika Serikat. Zone
berupa jalur tempat bergesekan lempeng-lempeng tektonik disebut Zone Sesar
Mendatar (Zone Transform). Bentukan alam yang dihasilkan antara lain
patahan atau sesar mendatar. Gerak patahan atau sesar ini dapat menimbulkan
gempa bumi. Contoh: Sesar Sam Andreas di California.
Tenaga endogen yang telah mengakibatkan adanya variasi bentuk muka
bumi, tidak hanya terjadi di daratan melainkan juga di dasar laut.
E. GEJALA LEMPENG TEKTONIK KAITANNYA DENGAN PERSEBARAN
GUNUNGAPI DAN GEMPA BUMI
Pola dan sebaran gunungapi serta gempa
bumi tersebut tentunya tidak terlepas dari keterkaitannya dengan proses alam
lainnya, yaitu akibat gerak mendatar lempeng-lempeng, baik secara tumbukan
(konvergen), divergen, maupun berpapasan. Saat ini gunungapi yang aktif di dunia berjumlah 500 sampai 600 buah
yang tersebar di tiga tempat utama, yaitu sebagai berikut:
1. Di sekitar Samudera Pasifik (sekitar 62%) dengan rincian sekitar 45%
tersebar dikepulauan Pasifik Bagian Barat dan 17% di daerah pinggiran
Pasifik Utara dan Pasifik Selatan.
2. Di Indonesia (14%). Terletak memanjang membentuk jalur pengunungan
aktif sepanjang 7.000 – 7.500 km dan lebar 50 – 200 km, mulai dari
Aceh di ujung barat hingga Halmahera di ujung timurnya.
3. Sisanya tersebar di busur kepulauan dan pinggiran Amerika di Pasifik.
Sekitar 3% terletak di Pasifik Tengah (Hawaii dan Samoa), 1% terdapat
di pulau-pulau di Samudera Hindia, 13% di Atlantik (Azores, Cape Verde
Island, Kanada, dan Medeira yang merupakan gunungapi bawah laut),
dan 7% tersebar di Mediteran dan Asia Kecil Utara. Sekitar 4%-nya
terletak di tengah benua dan dikenal sebagai African Rift System.
Gunungapi tersebut sebagian besar terdapat di daratan, yaitu sekitar
83%, sedangkan sisanya tersebar sebagai gunungapi bawah laut atau dinamakan
sub marine volcano. Penyebarannya mengikuti jalur-jalur memanjang,
yang diduga ada kaitannya dengan rekahan-rekahan kulit bumi.
Jalur I merupakan jalur gunungapi yang mengikuti jalur pegunungan lipatan
di sepanjang pinggiran Pasifik, terus menyambung melalui Pegunungan Andes,
Amerika Tengah, Meksiko, Amerika Bagian Barat, dan Kanada, Alaska,
Asia, Kamchatka, Jepang, Filipina, Indonesia Timur, Kepulauan Melanesia,
dan Selandia Baru. Di sebelah barat, di sepanjang pinggiran benua Asia dan
Afrika, deretan gunungapinya mengikuti rangkaian kepulauan dan sisanya
membusur ke samudera. Batas antara rangkaian pulau-pulau tersebut dan
Samudera Pasifik masing-masing mempunyai sifat dan keadaan geologi mulai
dari sebelah timur pulau-pulau Bouier dan Mariana di utara Irian (Papua),
melewati Kepulauan Solomon dan berakhir di Kepulauan Tonga dan Karnadek.
Jalur II merupakan daerah gunungapi yang tak sempurna mengikuti jalur
pegunungan lipatan muda. Mulai laut tengah hingga ke Asia Kecil dan Kepulauan
Indonesia. Jalur ini di bagian timur Asia dipotong oleh deretan pegunungan
tinggi Asia. Gunungapi bawah laut pada jalur ini ditemukan di beberapa tempat,
antara lain di Laut Tengah, yaitu antara Sisilia dan Tunisia, di daerah Kepulauan
Lipari dekat pesisir Arakan dan di Indonesia.
Aktivitas gunungapi merupakan sebab utama adanya sebaran panas bumi,
terutama hidrotermal. Batuan pemanas dari aktivitas vulkanisme akan berfungsi
sebagai sumber pemanasan air. Panas yang ditimbulkan oleh pergerakan sesar
aktif kadang-kadang berfungsi pula sebagai sumber panas. Seperti sumbersumber
mata air panas di daerah sekitar gunungapi di sepanjang jalur sesar
aktif Palu – Koro, di Sulawesi.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar